5 Desember 2011

“PEMANTAUAN KONTRAKSI, ROBEKAN JALAN LAHIR DAN PERINIUM, TTV, HYIGINE DAN TALI PUSAT”

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT bahwa penulis telah menyelesaikan tugas mata kuliah Askeb II dengan membahas “PEMANTAUAN KONTRAKSI, ROBEKAN JALAN LAHIR DAN PERINIUM, TTV, HYIGINE DAN TALI PUSAT” dalam bentuk makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat kekompakan kelompok, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
  1. Dosen mata kuliah Askeb II yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
  2. Teman-teman yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.

                                                                Penulis
                                                            Kelompok 5

                                                                                                    
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG
Di Indonesia angka kematian maternal dan perinatal masih cukup tinggi. Padahal jumlah pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan di Indonesia sudah mencukupi. Asuhan bersalin Normal (APN ) diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian pada masa nifas 24 jam pertama (Saiffudin,dkk;2002). Mortalitas dan mordibitas pada wanita bersalin adalah masalah besar di negara berkembang.

Lima benang merah dalam asuhan persalinan dasar adalah :
1.     Aspek pemecahan yang diperlukan untuk menentukan pengambila keputusan klinik ( clinik decicion making)
2.     Aspek sayang ibu yang berarti sayang anak
3.     Aspek pencegahan infeksi
4.     Aspek pencatatan
5.     Aspek rujukan
Persalinan yang aman yaitu memastikan bahwa semua penolong mempunyai pengetahuan, keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih, serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi (Saiffudin,dkk;2002).
I.2. Tujuan
Tujuan penulis dalam menulis makalah ini adalah sebagai berikut:
-          Untuk mengetahui tentang pemantauan kontraksi, robekan jalan lahir dan perinium, tanda-tanda vital, hygine dan tali pusat
-          Untuk menambah wawasan yang meliputi askeb II
-          Sebagai tugas dari mata kuliah Askeb Neonatus, Bayi, dan Balita

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 PEMANTAUAN KONTRAKSI
Seperti diketahui bahwa otot rahim terdiri atas tiga lapis otot sempurna yaitu, lapisan otot longitudinal dibagian luar, lapisan otot sirkuler dibagian dalam, dan lapisan otot menyilang diantara keduanya. Dengan susunan demikian, pembuluh darah yang terdapat diantara otot rahim akan tertutup rapat saat terjadinya kontraksi postpartum sehingga menghindariperdarahan.
Pada saat inpartu perlu dilakukan observasi yang seksama karena tertutupnya pembuluh darah mengurangi oksigen ke peredaran darah retroplasenter, sehingga dapat menimbulkan asfiksia intrauterin. Dengan demikian pengawasan dan pemeriksaan djj segera setelah kontraksi rahim, terutama pada kala 2, sangat penting sehingga dengan cepat dapat diketahui terjadinya asfiksia janin. Kontraksi otot rahim bersifat otonom artinya tidak dapat dikendalikan oleh parturien, sedangkan serat saraf simpstis dan parasimpatis hanya bersifat koordinasi.
Kontraksi Uterus
Proses Keluarnya Janin


 

Beberapa sifat kontraksi rahim dijabarkan sebagai berikut:

1.     Amplitudo
·        Kekuatan his diukur dengan mm Hg
·        Cepat mencapai puncak dan diikuti relaksasi yang tidak lengkap sehingga kekuatannya tidak mencapai 0 mm Hg.
·        Setelah kontraksi otot rahim mengalami retraksi (teidak kembali kepanjang semula).

2.    Frekuensi
Jumlah terjadinya his selama 10 menit

3.     Durasi his
·        Lamanya his terjadi pada setiap saat
·        Diukur dengan detik

4.     Interval His
Tenggang waktu antara 2 his

5.     Kekuatan His
Perkalian antar amplitudo dengan frekuensi yang ditetapkan dengan satuan Montevideo.




Aktivitas kontraksi rahim (his) mempunyai beberapa ciri sebagai berikut:

1.     Saat    Hamil
```Perubahan perimbangan estrogen dan progesteron menimbulkan kontraksi otot rahim dengan sifat tidak teratur menyeluruh, tidak nyeri dan berkekuatan 5 mm Hg yang disebut dengan kontraksi Braxton hicks. Makin tua kehamilan, kontraksi Braxton Hicks makin sering terjadi sejak umur kehamilan 30 minggu. Kekuatan kontraksi tersebut akan menjadi kekuatan his dalam persalinan.

2.    Kekuatan His kala pertama


Sifat kontraksi otot rahim pada kala pertama adalah:

a.     Kontraksi bersifat simetris
b.     Fundal dominan, artinya bagian fundus uteri sebagai pusat dan mempunyai kekuatan yang paling besar.
c.    Involunter artinya tidak dapat diatur oleh parturien
d.    Intervalnya makin lama makin pendek
e.    Kekuatannya makin besar dan pada kala pengusiran diikuti dengan refleks mengejan.
f.     Diikuti retraksi artinya panjang otot rahim yang telah berkontraksi tidak akan kembali kepanjang semula.
g.    Setiap kontraksi dimulai dengan pace maker yang terletak sekitar insersi tuba, dengan arah perjalaran ke daerah serviks uteri dengan kecepatan 2 cm/detik.
h.     Kontraksi rahim menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah perut daan dapat menjalar kedaerah paha. Distribusi susunan otot rahim ke arah serviks yang semakin berkurang menyebabkan serviks bersifat pasif, sehingga terjadi keregangan/penipisan, seolah-olah janin terdorong kearah jalan lahir. Bagian rahim yang berkontraksi dengan yang menipis dapat diraba atau terlihat, tetapi tidak melebihi batas setengah pusat simfisis.
Pada kala pertama, amplitudo sebesar 40 mm Hg, menyebabkan pembukaan serviks, interval 3 sampai 4 menit dan lamanya berkisar antara 40 sampai 60 detik. Akhir kala pertama ditetapkan dengan kriteria yaitu, pembukaan lengkap, ketuban pecah, dan dapat disertai refleks mengejan.

3.    Kekuatan His kala kedua

Kekuatan his pada akhir kala pertama atau permulaan kala dua mempunyai amplitudo 60 mm Hg, interval 3 sampai 4 menit dan durasi berkisar 60 sampai     90      detik.
Kekuatan his dan mengejan dorong janin ke arah bawah dan menimbulkan keregangan yang bersifat pasif. Kekuatan his menimbulkan putar paksi dalam, penurunan kepala atau bagian terendah, menekan serviks dimana terdapat fleksus Frankenhauser, sehingga terjadi reflek mengejan. Kedua kekuatan his dan reflek mengejan makin mendorong bagian terendah sehingga terjadilah pembukaan pintu, dengan crowning dan penipisan perinium. Selanjutnya kekuatan his dan refleks mengejan menyebabkan ekspulsi kepala, sehingga berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, muka dan   kepala seluruhnya.


Untuk meningkatkan kekuatan his dan mengejan lebih berhasil guna, posisi parturien sebagai berikut:

·        Badan dilengkungkan sehingga dagu menempel pada dada.
·        Tangan merangkul paha sehingga pantat sedikit terangkat yang menyebabkan pekebaran pintu bawah panggul melalui persedian sacro coccygeus.
·        Dengan jalan demikian kepala bayi akan ikut serta membuka diafragma pelvis dan vulva perenium semakin tipis.
·        Sikap ini dikerjakan bersamaan dengan his dan mengejan, sehingga resultante kekuatan menuju jalan lahir.

4.     Kekuatan his (kontraksi) rahim pada kala ketiga

Setelah istirahat sekitar 8 sampai 10 menit rahim berkontraksi untuk melepaskan plasenta dari insersinya, dilapisan Nitabusch. Pelepasan plasenta dapat dimulai dari pnggir atau dari sentral dan terdorong kebagian bawah rahim. Untuk melahirkan plasenta diperlukan dorongan ringan secara crede.

5.    Kekuatan his pada kala IV

Setelah plasenta lahir, kontraksi rahim tetap kuat dengan amplitudo sekitar 60 sampai 80 mm Hg, kekuatan kontraksi ini tidak diikuti oleh interval pembuluh darah tertutup rapat dan terjadi pembentukan trombus terjadi penghentian pengeluaran darh postpartum. Kekuatan his dapat diperkuat dengan memberi obat uterotonika. Kontraksi diikuti saat menyusui bayi bayi sering dirasakan oleh ibu postpartum, karena pengeluaran oksitosin oleh       kelenjar          hipofisis        posterior.

Pengeluaran oksitisin sangat penting yang berfungsi:

·        Merangsang otot plos yang terdapat disekitar alveolus kelenjar mamae, sehingga ASI dapat dikeluarkan.
·        Oksitosin merangsang kontraksi rahim.
·        Oksitosin mempercepat involusi rahim.
·        Kontraksi otot rahim yang disebabkan oksitisin mengurangi perdarahan postpartum
Dalam batas yang wajar maka rasa sakit postpartum tidak memerlukan pengobatan serta dapat dibatasi dengan sendirinya.


II.2 PEMANTAUAN ROBEKAN JALAN LAHIR DAN PERINIUM
R0bekan perineal sering terjadi, khususnya pada wanita primipara.
Robekan derajat satu kadang kala bahkan tidak perlu untuk dijahit, robekan derajat dua biasanya dapat dijahit dengan mudah dibawah pengaruh analgesia lokal dan biasanya sembuh tanpa komplikasi. Robekan derajat tiga dapat mempunyai akibat yang lebih serius dan dimana pun bila memungkinkan harus dijahit oleh ahli obstetri, dirumah sakit dengan peralatan yang lengkap, dengan tujuan mencegah inkontinensia vekal dan atau fistula fekal.
Episitomi sering dilakukan, tetapi insidennya berbeda-beda. Episitomi midline lebih mudah dijahit dan memiliki keuntungan meninggalkan sedikit jaringan perut, sementara episitomi medioteral lebih efektif minghindari spinkter anal dan rektum. Alasan yang baik untuk melakukan episitomi selama persalinan normal hingga kini dapat berupa: tanda-tanda gawat janin; kemajuan persalinan yang tidak cukup, ancaman robekan derajat tiga (termasuk robekan derajat tiga di persalinan          sebelumnya).
Ketiga indikasi tersebut benar, meskipun perkiraan robekan derajat tiga sangat sulit. Angka kejadian robekan derajat tiga sekitar 0,4% sehingga diaknosis ”ancaman robekan tiga” seharusnya hanya dibuat kadang-kadang, kalau tidak diagnosis tersebut tiodak ada artinya. Selain yang sudah disebutkan, diberikan untuk penggunaan episiotomi pada semua kasus. Hal ini termasuk argument bahwa episiotomi menggantikan irisan pembedahan yang lurus dan rapi untuk laseradsi yang tidak beraturan, lebih mudah diperbaiki, dan sembuh lebih baik sari robekan (cunningham et al, 1989); penggunaan episiotomi pada semua kasus mencegah trauma pariniel yang serius; episiotomi mencegah trauma pada kepala janin; dan episiotomi mencegah trauma pada otot dasar panggul sehingga mencegah stres urinarius yang inkontinen. Penggunaan episiotomi pada ksus dihubungkan dengan tingkat trauma pada pariniel yang lebih tinggi dan lebih sedikit wanita yang periniumnya masih utuh. Kelompok-kelompok dengan penggunaan episiotomi pada semua kasus dan penggunaan yang direstriksi mengalami sejumlah nyeri perinial yang sebanding, yang dikaji pada 10 hari dan 3 bulan pasca partum. Tidak ada bukti tentang efek perlindungan episiotomi pada kondisi janin. Dalam studi – tindak lanjut, hingga 3 tahun pasca partum tidak ada pengaurh penggunaan episiotomi pada semua kasus terhadap inkontinen urine yang ditemukan. Dalam studi observasi dari 56.471 persalinan yang bantu oleh oleh bidan, insiden robekan derajat tiga sebesar 0,4% jika episiotopmi tidak dilakukan dan presentasenya sama besar dengan episiotomi mediolatral; insiden dengan episiotomi midline sebnesar 1,2% (pel dan      heres,1995).
Pemberian perawatan yang melakukan episotomi harus mampu untuk menjahit robekan dan episiotomi secara tepat. Ia harus dilataih untuk hal tersebut. Episiotomi harus dilakukan dan dijahti dibawah pengaruh anastese lokal, dengan tindakan pencegahan yang tepat untuk mencegah infeksi HIV dan hepatitis.
Sedangkan kerusakan perineal adalah salah satu trauma yang paling sering diderita oleh wanita selama melahirkan, bahkan selama proses persalinan dan pelahiran yang dianggap normal. Ada beberapa teknik dan praktek yang diarah untuk mengurangi kerusakan atau memodifikasikan keproporsi yang dapat diatur. Menjaga perinium selama melahirkan kepala janin: jaari-jari satu tangan (biasanya yang kanan menyangga perinium, sementrara tangan kiri melakukan tekanan pada kep[ala janin untuk mengendalikan kecepatan crowning(ketika sekmen besar dari kepal janin terlihat diorificium vaginae, perinum merenggang) dengan demikian mencoba untuk mencegah atau mengurangi kerusakan pada jaringan perinial. Kemungkinan bahqwa dengan manuver tersebut robeknya perinial dapat dicegah, tetapi ada kemungkinan juga bahwa tekanan pada kepala janin menghalangi perluasan pergerakan kepala dan mengalihkannya dari lengkung pubis ke perinium, sehingga meningkatkan kemungkinan kerusakan perineal. Oleh karena belum ada evaluasiformal mengenai strategi ini atau sebaliknya; tidak menyentuh perinium atau kepala selama fase melahirkan, tidak mungkin untuk memutuskan strategi mana yang di pilih. Praktik menjaga perineum dengan tangan ahli obstetri dapat diterapkan dengan lebih mudah jika wanita pada posisi supine. Jika ia pada posisi tegak lurus penolong persalinan tidak dapat menyokong perineum, atau dipaksa untuk mengikuti strategi ”tanpa sentuhan”.
Teknik lain yang bertujuan mengurangi trauma pada perineum ialah memijat perineum selama akhir kala dua persalinan, jadi mencoba meregangkan jaringan. Teknik tersebut tidak pernah dievaluasi secara tepat, tetapi ada keraguan tentang keuntungan memijat jaringan terus – menerus yang vaskularisasinya sudah banyak dan  edema.
Manuver lain, yang efektivitasnya belum cukup terbukti, ialah metode yang bervariasi untuk melahirkan bahu dan perut bayi setelah kelahiran kepala. Tidak jelas apakah manuver ini selalu diperlukan dan apakah tepat. Data penelitian tentang masalah ini tidak tersedia. Namun, National Perinatal Epidemiology Unit di Oxford baru – baru ini mengadakan uji coba terkontrol acak tentang ”Perawatan Perineum saat Melahirkan – Menyerah atau Siap (Hands On Or Poised)”, atau disebut juga studi ”HOOP”, yang memberikan data mengenai efek pendekatan yang berbeda untuk melahirkan kepala dan bahu janin pada perineum (McCandlish, 1996).
Episiotomi

episiotomi



II.3 PEMANTAUAN TANDA – TANDA VITAL DAN HYGINE
Banyak perubahan fisiologis normal yang terjadi selama kala astu dan dua persalinan, yang berakhir ketika plasenta dikeluarkan dan tanda-tanda vital wanita kembali ketingkat sebelum          persalinan     selama          kala    tiga:

1.     Tekanan darah
Tekanan sistolik dan distolik mulai kembali ketingkat sebelum persalian. Peningkatan atau penurunan tekanan darah masing-masing merupakan indikasi gangguan hipertensi pada kehamilan atau syok. Peningkatan tekanan sistolik dengan tekanan diastolik dalam batas normal dapat mengindikasikan ansietas atau nyeri.
2.    Nadi
 Nadi secara bertahap kembali ketingkat sebelum melahirkan. Peningkatan denyut nadi dapat menunjukkan infeksi, syok, ansietas, atau dehidrasi.
3.    Suhu
 Suhu tubuh kembali meningkat perlahan. Peningkatan suhu menunjukkan proses infeksi   atau dehidrasi.
4.    Pernapasan
Pernapasan kembali normal, pada peningkatan frekuensi pernapasan dapat menunujukan syok     atau    ansietas.

Tekanan darah dan nadi ibu sebaiknya diukur paling tidak satu kali selama kala tiga dan lebih sering jika pada kala tiga memanjang daripada rata-rata atau tekanan darah dan nadi berada pada batas atau dalam kisaran abnormal. Pemantauan ini tidak hanya dilakukan setelah evaluasi peningkatan sebelumnya, tetapi penting sebagai sarana penapisan syok pada kejadian perdarahan.minggu setelah kelahiran, tapi bisa juga terjadi lebih dini atau lebih lambat
HYGINE
Kebersihan diri berguna untuk mengurangi infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman. Kebersihan diri meliputi kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur maupun        lingkungan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan ibu post partum dalam menjaga kebersihan diri, adalah sebagai berikut:
1.     Mandi teratur minimal 2 kali sehari
2.    Mengganti pakaian dan alas tempat tidur
3.    Menjaga lingkungan sekitar tempat tinggal
4.    Melakukan perawatan perineum
5.    Mengganti pembalut minimal 2 kali sehari
6.    Mencuci tangan setiap membersihkan daerah genetalia

II.4 PEMANTAUAN TALI PUSAT
Perawatan tali pusat pada bayi baru  lahir harus diperhatikan betul, sebab daerah ini mudah sekali terkena infeksi. Libatkan pangkal tali pusat dengan kasa steril yang dibasahi alkohol 70 persen. Lakukan dua kali sehari. Jaga agar kasa steril senantiasa kering
Jika tali pusat yang belum putus tak sengaja terkena air saat bayi dimandikan, keringkan dengan cotton buds atau kasa steril, lalu beri alkohol 70 persen.
Jangan bubuhi ramuan apa pun pada pangkal tali pusat. Cukup alkohol 70 persen, karena tak mengandung zat-zat racun yang bisa diserap tubuh bayi. Selain itu, alkohol dapat membunuh kuman dan mengeringkan pangkal tali pusat, sehingga pangkal tali pusat menciut dan akhirnya puput atau putus. Umumnya, tali pusat akan putus antara 1-2




BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Pemantauan  kontraksi, robekan jalan lahir dan perinium, tanda – tanda vital, hygine dan tali pusat dalam pelajaran askeb II ini sangat penting karena dalam proses persalinan ini harus di perhatikanpada ibu, agar persalinan berjalan dengan lancar dan aman. Ibu dan bayi selamat sehingga dapat hidup sejahtera.



DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 97-115).
bidanifasmenyusui

Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika (hlm: 71-76).
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 101-118).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar